PALANGKA RAYA - Sengketa kepemilikan tanah yang terjadi di Kota Palangka Raya selama ini, cukup meresahkan. Hal ini tentunya bisa mempengaruhi geliat pembangunan di ibukota provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) kedepannya.
Seperti hal nya yang terjadi saat ini, lahan milik kelompok tani "Lewu Taheta" seluas kurang lebih 200 hektar dengan jumlah anggota kelompok 189 orang, yang berada di Kelurahan Sebaru Kecamatan Sebangau Kota Palangka Raya, diklaim oleh pihak kelompok tani "Jadi Makmur" Trans Kalampangan.
Men Gumpul, Ketua Kalteng Wacth menyatakan bahwa kelompok tani "Jadi Makmur" dengan ketuanya atas nama Sucipto dengan atas nama Mujianto berdasarkan laporan di Polda Kalteng dengan sangkaan pasal KUHPidana 263 (1) dan 263 (2) dengan bunyi "Membuat dan Menggunakan surat Palsu" kepada ketua kelompk tani "Lewu Taheta" saudara Daryana.
"Dasar laporan saudara Mujianto ke Polda Kalteng tidak mendasar dan tanpa alat bukti jelas sampai saat ini, " kata Men Gumpul, Selasa (25/06).
Dijelaskannya, pihak kelompok tani "Jadi Makmur" Trans Kalampangan berdasarkan informasi didapatnya, dikatakan memiliki SPPT tahun 1997 - 1998 diatas lahan seluas 1.750 hektar, yang sampai saat ini status lahannya tidak diketahui jelas dimana lahan milik mereka tersebut.
Dan ditambahkannya, pada apabila benar saat itu ada penerbitan surat pihak Kelompok tani "Jadi Makmur" atas nama Mujianto dkk di kawasan lahan saat ini, itu tidak mungkin diproses karena saat itu, status kawasan ini masuk kawasan Hutan Lindung.
"Dibuktikan juga saat itu masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani " Lewu Taheta", tidak ada bekas garapan apalagi tanam tubuh dilokasi saat ini milik mereka, " pungkas ketua Tim Satgas Mafia Tanah, Kalteng Wacth ini.
Baca juga:
Gawat, KPK Membuat Program Desa Antikorupsi
|
Man Gumpul menguraikan bahwa, pihak masyarakat yang saat ini di ketuai oleh saudara Daryana, dalam proses pembuatan Surat Pernyataan Penguasaan Tanah (SPPT) milik anggota Kelompok Tani "Lewu Taheta" sudah melalui prosedur dari pemerintah, baik dari surat permohonan berkas, turun keloksi tanah, ferivikasi perhelatan tanah, dan baru proses penerbitan surat SPPT yang ditanda tangani secara sah oleh penjabat pemerintah setempat, yaitu dari Ketua RT, Lurah Sabaru, dan Camat Sebangau serta teregister semua di instansi tersebut.
"Lalu apa yang dituduhkan oleh saudara Mujianto kepada Daryana, tentang surat palsu. Sampai saat ini tidak kami ketahui jelas apa yang disampaikannya ke pihak Polda Kalteng, " kata Men Gumpul ini menegaskan.
Dalam upaya menegak kan keadilan itu ada di Negara Republik Indonesia, dan bagaimana dalam upaya penegakan dalam kasus ini berjalab baik, tidak ada intervensi dari pihak manapun.
Dirinya selaku kuasa pendampingan bersama kelompok tani "Lewu Taheta" mengelar aksi unjuk rasa di lokasi lahan mereka. Aksi unjuk rasa damai itu untuk mengingatkan kepada pihak penyidik polda kalteng agar bekerja secara profesional dan proposonal, rabu 19 Juni 2024.
Menurutnya, selama ini diduga pihak penyidik polda kalteng ada upaya mengalihkan fakta hukum, dengan cara melakukan pengambilan titik koordinat dilahan milik kelompok tani "Lewu Taheta" yang bukan ranah hukum pidana yang dilaporkan oleh saudara Mujianto.
"Bagaimana dasarnya untuk bisa menetapkan tersangka pihak kelompok tani " Lewu Taheta" tanpa dasar 2 alat bukti, sesuai KUHPidana, " ungkapnya menjelaskan.
Men Gumpul mengharapkan dalam kasus ini, pihak penyidik polda Kalteng bisa berdiri dijalan yang sesuai aturan yang dipegangnya dan janji sebagai Polri.
Untuk profesional dan Proposonal, menghentikan kasus ini apabila memang tidak kuat alat bukti dan tidak mendasar, serta diminta untuk pelapor tanpa dasar agar segera di proses berdasarkan hukum Negara Republik Indonesia.
"Dalam kasus ini, untuk pihak pelapor untuk segera di proses hukum, " pinta Men Gumpul menyampaikan. (//).